Gaya Mendidik Anak Yang Perlu Dihindari
Mari kita luangkan waktu sebentar meninjau gaya mendidik anak yang katanya perlu kita hindari, dalam artikel kali ini akan dibahas tujuh gaya yang salah dalam mendidik anak. Berhati-hatilah, jika Anda menggunakan salah satu dari tujuh gaya mendidik anak di bawah ini, Anda sebaiknya mulai merubah pendekatan dalam mendidik anak Anda. Cobalah berpikir tentang satu hal: “Sebelum Anda dapat mengubah anak Anda, Anda harus terlebih dahulu mengubah cara Anda sendiri dalam menyikapi perilaku anak Anda.â€
Mari kita bahas satu per satu gaya pengasuhan anak yang salah yang mungkin sedang Anda terapkan pada anak Anda yang kami sadur dari buku The Big Book of Parenting Solutions karya Michele Borba Ed.D.
Selalu membayangi kehidupan anak dan selalu bergegas untuk membantu mengatasi hambatan yang dihadapi sang anak, itulah gaya helikopter! Para orangtua yang mengasuh dengan gaya ini, terus melayang-layang dan tak pernah berhenti mengawasi kehidupan anak-anak mereka.
Mereka menyelesaikan PR anaknya, mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya diselesaikan oleh anak mereka, dan memastikan anak mereka mendapatkan apa yang orang tua harapkan. Mereka menginvestasikan terlalu banyak energi dalam mengasuh anak, seolah-olah tidak ada yang bisa menghalangi kesuksesan anak-anak mereka.
Mereka sangat ingin anaknya sukses namun dengan cara melibatkan diri secara intensif dan terjun langsung mengatasi permasalahan anak mereka. Orang tua dengan gaya ini akan masuk ke mode ‘Black Hawk’ ketika menemukan satu hal yang mereka khawatirkan dari naknya, gerakan menukik untuk menyelamatkan dan memecahkan setiap masalah anaknya.
Keterlibatan orang tua pada kehidupan anaknya yang seperti ini bisa menjadi bumerang. Gaya ini dapat membuat anak terus-menerus bergantung pada peran orang tua sampai dewasa, sehingga mereka tidak siap untuk menangani masalah-masalah dalam hidup mereka sendiri ketika beranjak berusia dewasa.
Jika seseorang selalu dibantu, mereka akan kurang memiliki kemampuan yang penting untuk menjalani hidup seperti kemandirian, pengambilan keputusan, dan keterampilan memecahkan masalah. Itulah mengapa banyak anak yang dibesarkan dengan cara ‘helikopter’ ini sering memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah dan tidak memiliki rasa percaya diri dalam mengatasi permasalahan hidup di dunia nyata.
Memaksakan anak untuk belajar lebih cepat dari tahapan yang seharusnya, padahal si anak belum saatnya untuk belajar hal tersebut.
Tidak ada yang salah jika Anda menginginkan anak berkembang lebih cepat dari yang seharusnya. Saat ini tengah marak tentang keinginan orang tua untuk membuat anaknya menjadi seorang ‘Superkid’. Tipe orang tua seperti ini biasanya sudah mulai mengenalkan musik klasik pada anak sejak usia dini, menggunakan berbagai metode agar anaknya bisa membaca huruf lebih cepat dari anak-anak lainnya, mengajarkan bermain biola sejak usia anak masih sangat kecil. Bagi orang tua tipe ini, waktu adalah segalanya. Mereka sangat ini anak mereka bisa meraih berbagai kemampuan sedini mungkin. Sehingga kelak anaknya bisa lebih berprestasi dan lebih unggul daripada yang lain.
Hal yang memotivasi orang tua tipe ini biasanya didorong karena mengaitkan kata ‘sukses’ dengan ‘angka-angka’. Hal itu terjadi karena yang terjadi sekarang ini, untuk mengukur kesuksesan anak, mereka selalu di test menggunakan parameter ‘angka’. Dari test masuk pra-sekolah hingga banyak test lainnya lagi di hari-hari kemudian. Hal ini membuat banyak orang tua khawatir kalau kelak anaknya tidak dapat lulus dari rangkaian test yang telah bersifat sistematis seperti itu.
Fenomena seperti ini membuat anak-anak menjadi tidak punya banyak waktu untuk bermain. Waktunya dihabiskan untuk bimbingan belajar, kursus di luar sekolah, permainan edukatif, mengikuti kursus ‘mind-building’, dan hal-hal lainnya yang masih di area ‘belajar’. Akhirnya yang terjadi adalah anak menjadi stress, cepat cemas, dan semakin membentuk sikap si anak jadi terlalu perfeksionis; sedangkan nilai-nilai kejujuran menjadi luntur. Dengan gaya pengasuhan seperti ini, berarti kita memanipulasi pengembangan kemampuan anak, semua itu dilakukan hanya karena kita percaya pada rumusan-rumusan yang disuguhkan ‘industri pendidikan’ dan teori-teori ‘Superkid’.
Mengandalkan solusi jangka pendek dalam memperbaiki masalah tanpa bertujuan untuk mencapai yang lebih berdampak dan bersifat jangka panjang.
Jenis orang tua ini merasa sudah bosan, merasa sangat sibuk, merasa tidak punya waktu cukup, dan berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan secara praktis dan tepat sasaran. Mereka ingin segalanya mudah dan cepat, termasuk pendekatan disiplin yang mereka lakukan. Mereka akan melakukan apa saja untuk melatih anak agar bertindak benar - asalkan bisa diterapkan secara praktis dan cepat. Mereka menggunakan "Metode 1-2-3 " untuk mencegah ulah negatif anak, menggunakan parameter-paremeter grafis dalam mengukur perilaku, berjanji akan memberikan mainan mahal jika anaknya berprestasi, dan bahkan memberikan ‘pil’ agar anaknya pinter, baik, dll.
Para ahli menyebutkan bahwa pemberian pil pada anak adalah alasan besar kenapa penggunaan obat yang dirancang untuk mengekang hiperaktifitas ini telah tiga kali lipat terjual sejak tahun 1993. Apakah dirasa lebih mudah untuk memberikan pil daripada untuk mengajarkan dengan cara lain kepada anak-anak untuk berperilaku baik? Memang ada beberapa anak yang membutuhkan resep obat ini untuk membantu mereka dapat mengendalikan emosi labil mereka. Kita seharusnya prihatin ketika saat-saat kita malah mengandalkan pendekatan ini hanya untuk mempermudah hidup kita dalam mendidik dan mengasuh anak.
Selain itu, strategi cepat ini hanya akan mengajarkan anak-anak untuk bertindak tepat ketika ada peringatan, penghargaan, atau pil. Disiplin yang efektif selalu bersifat instruktif dan membantu anak belajar bagaimana memperbaiki kesalahannya. Sebuah gaya cepat dapat membawa bantuan sementara, tetapi hampir tidak pernah menciptakan perubahan yang nyata dan bertahan lama. Itulah sebabnya mengapa banyak anak-anak terus kambuh pada perilaku buruk yang sama dan orang tua akhirnya lelah dan putus asa.
Lebih memiih berperan sebagai sobat anak daripada terlalu membatas-batasi sang anak.
Hampir setengah dari orang tua saat ini mengakui bahwa jauh di lubuk hati, mereka ingin menjadi "teman terbaik untuk anak". Orang tua tipe ini tidak bisa membuat keputusan yang akan direspon negatif oleh anak, bahkan ketika mencoba mendisiplinkan anak, mereka malah takut dibenci oleh anaknya sendiri.
Dan tampaknya anak-anak kita punya trik tersendiri. Salah satu survei pada anak-anak sekolah dasar menemukan bahwa ketika mereka menginginkan sesuatu yang baru, sebagian besar mereka meminta sembilan kali sebelum orang tua mereka menyerah. Tentu saja orang tua ingin anak-anaknya menyukai mereka, dan suatu hari nanti menjadi teman. Saat ini mereka membutuhkan orang tua yang menetapkan aturan dan batas-batas dan tidak mengaburkan batas antara teman dan orang dewasa.
Selain itu, sesungguhnya ketidakmampuan kita untuk mengubah anak tidak membantu mereka tumbuh menjadi aman, bertanggung jawab, ulet, dan penuh kasih. Sebaliknya, kita malah menciptakan generasi manja dan berperilaku buruk. Lebih dari 80 persen orang dewasa berpikir anak-anak saat ini lebih manja daripada anak-anak yang sepuluh atau lima belas tahun yang lalu.
Mengukur nilai dan kesuksesan Anda sebagai orang tua atas dasar prestasi yang diraih oleh anak Anda
Orang tua tipe ini bersikap masa bodoh dengan teknik atau metode apa yang dijalankan dalam mendidik anak, mereka lebih mendahulukan pencapaian anaknya yang bersifat simbolis. Setiap prestasi kecil, nilai ujian, atau hal lainnya tiba-tiba menjadi kesempatan untuk membesar-besarkan diri Anda sebagai orang tua yang sukses. Setiap orang harus tahu pencapaian anaknya, bahkan di rumah disediakan lemari untuk memajang semua prestasi, piala, sertifikat, dan bintang emasnya.
Menampilkan simbol-simbol prestasi itu semua adalah bagian dari ‘gaya’, karena setiap trofi baru dan bentuk penghargaan lainnya adalah refleksi langsung dari seberapa baik anak mereka telah diasuh. Dan keberhasilan anak dalam meraih simbol-simbol tersebut adalah representasi keberhasilan hidup bagi orang tua sendiri.
Gay Norton Edelman, editor senior Family Circle, menyebut gaya ini sebagai ‘accessory parenting’. Semua hal yang positif dari anak akan diberikan pujian dan dieluk-elukkan. Tetapi jika anak gagal atau memiliki kurang dari nilai sempurna, diartikan pula bahwa si orang tua berarti telah gagal. Gaya pengasuhan ini benar-benar membuat anak menjadi perpanjangan keinginan, kebutuhan, dan impian orang tua sendiri. Jika pola asuh ini dilanjutkan, kita mengancam identitas anak, karena kedua orang tua dan anak tergantung pada satu sama lain terkait rasa harga diri mereka masing-masing.
Bersikap obsesif dalam menjaga anak Anda aman dari bahaya fisik atau psikologis
Menjaga keamanan anak-anak selalu menjadi prioritas orang tua, tapi belakangan ini ada ketakutan ketika membiarkan anak-anak kita keluar dari jangkauan kita, bahkan dalam hitungan detik sekalipun. Nama terbaik untuk gaya ini adalah gaya orangtua paranoid. Tentu saja, kita akan semakin menjadi gugup ketika kita terus-menerus diingatkan oleh banyak kejadian di berita bahwa bahaya semakin meningkat di mana-mana dan mengancam keselamatan anak, seperti: penculikan, terorisme, penembakan di sekolah, predator seks, cyberbullying, pedofil online, makanan beracun, dan Mminan yang berbahaya.
Memang banyak hal menakutkan di luar sana, dan hal tersebut membuat kita semakin mengendalikan anak-anak kita jadi lebih ketat. "Jangan lakukan itu! Kamu bisa luka!"; "Jangan bicara dengan orang asing!"; "Jangan pergi main terlalu jauh!".
Menjaga anak dari bahaya itu baik. Tapi jika kita bersikap obsesif dan terus-menerus mengingatkan anak tentang banyak hal yang berbahaya malah akan menanamkan rasa takut berlebih pada anak. Anak menjadi lebih sering cemas dan tidak percaya diri. Tak heran anak-anak jaman sekarang lebih cemas dibandingkan generasi lainnya.
Melepaskan pengaruh Anda sehingga dunia anak-anak Anda lebih dikendalikan oleh pihak luar, termasuk merek-merek, pemasaran, dan media
Dalam kasus baru-baru ini, anak berperilaku lebih didorong oleh media, komputer, Wii, YouTube, video games, TV, Facebook, iPod, DVD, dan Ponsel. Tidak heran mereka disebut generasi plugged-in. Banyak anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu mereka terlibat dengan media dibandingkan dengan apa pun selain tidur. Penelitian menunjukkan bahwa 99 persen dari anak laki-laki dan 94 persen anak perempuan usia 12-17 telah bermain komputer, web, portabel, atau console games.
Waktu menonton televisi telah meningkat lebih dari satu jam sehari dari lima tahun yang lalu. Anak-anak sangat rentan karena mereka percaya apa yang mereka lihat. Dan jangan salah: mereka dibombardir dengan parade gencarnya gambar-seksual, penggunaan alkohol, kekerasan, vulgar, dan komersialisme - yang mendorong mereka untuk tumbuh terlalu cepat dibandingkan usianya.
Selain itu, mereka pun semakin jarang bertemu dengan orang tua. Orang tua mengambil peran "sekunder" dalam mata anak, kita mulai kehilangan kekuatan kita, dan budaya yang berlaku menjadi pengganti kita. Anak Anda menjadi lebih rentan terhadap tekanan dari luar, ia lebih cenderung mengandalkan orang lain selain Anda untuk membimbingnya, dan lebih mungkin lebih mengadopsi nilai-nilai orang lain.
[Disadur dari buku “The Big Book of Parenting Solutions: 101 Answers to Your Everyday Challenges and Wildest Worries†yang ditulis oleh Michele Borba Ed.D. toktokwow.com/]
Punya anak atau saudara yang duduk di bangku SD atau SMP, coba berikan permainan tangram siapa tahu dia suka. Hasil kreativitas anak dari permainan tangram dapat diliha pada Youtube
Via : http://www.foldersoal.com
Mari kita bahas satu per satu gaya pengasuhan anak yang salah yang mungkin sedang Anda terapkan pada anak Anda yang kami sadur dari buku The Big Book of Parenting Solutions karya Michele Borba Ed.D.
GAYA SALAH #1: GAYA HELIKOPTER
Mereka menyelesaikan PR anaknya, mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya diselesaikan oleh anak mereka, dan memastikan anak mereka mendapatkan apa yang orang tua harapkan. Mereka menginvestasikan terlalu banyak energi dalam mengasuh anak, seolah-olah tidak ada yang bisa menghalangi kesuksesan anak-anak mereka.
Mereka sangat ingin anaknya sukses namun dengan cara melibatkan diri secara intensif dan terjun langsung mengatasi permasalahan anak mereka. Orang tua dengan gaya ini akan masuk ke mode ‘Black Hawk’ ketika menemukan satu hal yang mereka khawatirkan dari naknya, gerakan menukik untuk menyelamatkan dan memecahkan setiap masalah anaknya.
Keterlibatan orang tua pada kehidupan anaknya yang seperti ini bisa menjadi bumerang. Gaya ini dapat membuat anak terus-menerus bergantung pada peran orang tua sampai dewasa, sehingga mereka tidak siap untuk menangani masalah-masalah dalam hidup mereka sendiri ketika beranjak berusia dewasa.
Jika seseorang selalu dibantu, mereka akan kurang memiliki kemampuan yang penting untuk menjalani hidup seperti kemandirian, pengambilan keputusan, dan keterampilan memecahkan masalah. Itulah mengapa banyak anak yang dibesarkan dengan cara ‘helikopter’ ini sering memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah dan tidak memiliki rasa percaya diri dalam mengatasi permasalahan hidup di dunia nyata.
Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?Belajarlah terlibat, tapi tidak terlalu dalam dan mengganggu kehidupan anak Anda sehingga ia dapat mengembangkan kemerdekaannya dalam belajar, bermain, berkegiatan, dan berekspresi yang sehat. Biarkanlah anak Anda belajar lebih mandiri dan banyak belajar dari kesalahannya sehingga mereka dapat menjalani hidup tanpa Anda suatu hari nanti.
GAYA SALAH #2: GAYA INKUBATOR
Tidak ada yang salah jika Anda menginginkan anak berkembang lebih cepat dari yang seharusnya. Saat ini tengah marak tentang keinginan orang tua untuk membuat anaknya menjadi seorang ‘Superkid’. Tipe orang tua seperti ini biasanya sudah mulai mengenalkan musik klasik pada anak sejak usia dini, menggunakan berbagai metode agar anaknya bisa membaca huruf lebih cepat dari anak-anak lainnya, mengajarkan bermain biola sejak usia anak masih sangat kecil. Bagi orang tua tipe ini, waktu adalah segalanya. Mereka sangat ini anak mereka bisa meraih berbagai kemampuan sedini mungkin. Sehingga kelak anaknya bisa lebih berprestasi dan lebih unggul daripada yang lain.
Hal yang memotivasi orang tua tipe ini biasanya didorong karena mengaitkan kata ‘sukses’ dengan ‘angka-angka’. Hal itu terjadi karena yang terjadi sekarang ini, untuk mengukur kesuksesan anak, mereka selalu di test menggunakan parameter ‘angka’. Dari test masuk pra-sekolah hingga banyak test lainnya lagi di hari-hari kemudian. Hal ini membuat banyak orang tua khawatir kalau kelak anaknya tidak dapat lulus dari rangkaian test yang telah bersifat sistematis seperti itu.
Fenomena seperti ini membuat anak-anak menjadi tidak punya banyak waktu untuk bermain. Waktunya dihabiskan untuk bimbingan belajar, kursus di luar sekolah, permainan edukatif, mengikuti kursus ‘mind-building’, dan hal-hal lainnya yang masih di area ‘belajar’. Akhirnya yang terjadi adalah anak menjadi stress, cepat cemas, dan semakin membentuk sikap si anak jadi terlalu perfeksionis; sedangkan nilai-nilai kejujuran menjadi luntur. Dengan gaya pengasuhan seperti ini, berarti kita memanipulasi pengembangan kemampuan anak, semua itu dilakukan hanya karena kita percaya pada rumusan-rumusan yang disuguhkan ‘industri pendidikan’ dan teori-teori ‘Superkid’.
Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?Belajarlah untuk menghargai bakat alami dan kemampuan anak Anda dan sesuaikan pola pengasuhan dengan tahap perkembangan anak Anda.
GAYA SALAH #3: GAYA PLESTER
Jenis orang tua ini merasa sudah bosan, merasa sangat sibuk, merasa tidak punya waktu cukup, dan berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan secara praktis dan tepat sasaran. Mereka ingin segalanya mudah dan cepat, termasuk pendekatan disiplin yang mereka lakukan. Mereka akan melakukan apa saja untuk melatih anak agar bertindak benar - asalkan bisa diterapkan secara praktis dan cepat. Mereka menggunakan "Metode 1-2-3 " untuk mencegah ulah negatif anak, menggunakan parameter-paremeter grafis dalam mengukur perilaku, berjanji akan memberikan mainan mahal jika anaknya berprestasi, dan bahkan memberikan ‘pil’ agar anaknya pinter, baik, dll.
Para ahli menyebutkan bahwa pemberian pil pada anak adalah alasan besar kenapa penggunaan obat yang dirancang untuk mengekang hiperaktifitas ini telah tiga kali lipat terjual sejak tahun 1993. Apakah dirasa lebih mudah untuk memberikan pil daripada untuk mengajarkan dengan cara lain kepada anak-anak untuk berperilaku baik? Memang ada beberapa anak yang membutuhkan resep obat ini untuk membantu mereka dapat mengendalikan emosi labil mereka. Kita seharusnya prihatin ketika saat-saat kita malah mengandalkan pendekatan ini hanya untuk mempermudah hidup kita dalam mendidik dan mengasuh anak.
Selain itu, strategi cepat ini hanya akan mengajarkan anak-anak untuk bertindak tepat ketika ada peringatan, penghargaan, atau pil. Disiplin yang efektif selalu bersifat instruktif dan membantu anak belajar bagaimana memperbaiki kesalahannya. Sebuah gaya cepat dapat membawa bantuan sementara, tetapi hampir tidak pernah menciptakan perubahan yang nyata dan bertahan lama. Itulah sebabnya mengapa banyak anak-anak terus kambuh pada perilaku buruk yang sama dan orang tua akhirnya lelah dan putus asa.
Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?Pelajarilah bahwa cara yang paling efektif untuk mendisiplinkan anak adalah selalu dengan cara menyempatkan waktu bersama anak untuk menolong mereka untuk mengerti apa yang salah pada diri mereka dan bagaimana memperbaikinya.
GAYA SALAH #4: GAYA SOBAT
Hampir setengah dari orang tua saat ini mengakui bahwa jauh di lubuk hati, mereka ingin menjadi "teman terbaik untuk anak". Orang tua tipe ini tidak bisa membuat keputusan yang akan direspon negatif oleh anak, bahkan ketika mencoba mendisiplinkan anak, mereka malah takut dibenci oleh anaknya sendiri.
Dan tampaknya anak-anak kita punya trik tersendiri. Salah satu survei pada anak-anak sekolah dasar menemukan bahwa ketika mereka menginginkan sesuatu yang baru, sebagian besar mereka meminta sembilan kali sebelum orang tua mereka menyerah. Tentu saja orang tua ingin anak-anaknya menyukai mereka, dan suatu hari nanti menjadi teman. Saat ini mereka membutuhkan orang tua yang menetapkan aturan dan batas-batas dan tidak mengaburkan batas antara teman dan orang dewasa.
Selain itu, sesungguhnya ketidakmampuan kita untuk mengubah anak tidak membantu mereka tumbuh menjadi aman, bertanggung jawab, ulet, dan penuh kasih. Sebaliknya, kita malah menciptakan generasi manja dan berperilaku buruk. Lebih dari 80 persen orang dewasa berpikir anak-anak saat ini lebih manja daripada anak-anak yang sepuluh atau lima belas tahun yang lalu.
Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?Belajarlah mengatur batas-batas yang jelas dan bersikap tegas, ambil kembali kendali Anda sebagai orang tua. Sadari bahwa apa yang dibutuhkan anak dari Anda adalah orang tua, bukan teman.
GAYA SALAH #5: GAYA AKSESORIS
Orang tua tipe ini bersikap masa bodoh dengan teknik atau metode apa yang dijalankan dalam mendidik anak, mereka lebih mendahulukan pencapaian anaknya yang bersifat simbolis. Setiap prestasi kecil, nilai ujian, atau hal lainnya tiba-tiba menjadi kesempatan untuk membesar-besarkan diri Anda sebagai orang tua yang sukses. Setiap orang harus tahu pencapaian anaknya, bahkan di rumah disediakan lemari untuk memajang semua prestasi, piala, sertifikat, dan bintang emasnya.
Menampilkan simbol-simbol prestasi itu semua adalah bagian dari ‘gaya’, karena setiap trofi baru dan bentuk penghargaan lainnya adalah refleksi langsung dari seberapa baik anak mereka telah diasuh. Dan keberhasilan anak dalam meraih simbol-simbol tersebut adalah representasi keberhasilan hidup bagi orang tua sendiri.
Gay Norton Edelman, editor senior Family Circle, menyebut gaya ini sebagai ‘accessory parenting’. Semua hal yang positif dari anak akan diberikan pujian dan dieluk-elukkan. Tetapi jika anak gagal atau memiliki kurang dari nilai sempurna, diartikan pula bahwa si orang tua berarti telah gagal. Gaya pengasuhan ini benar-benar membuat anak menjadi perpanjangan keinginan, kebutuhan, dan impian orang tua sendiri. Jika pola asuh ini dilanjutkan, kita mengancam identitas anak, karena kedua orang tua dan anak tergantung pada satu sama lain terkait rasa harga diri mereka masing-masing.
Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?Belajarlah untuk melihat anak Anda sebagai individu yang unik dan terpisah dari orang tua, dan menyesuaikan cara mendidik mereka dengan ciri-ciri, bakat, dan kebutuhan khusus yang mereka miliki.
GAYA SALAH #6: GAYA PARANOID
Menjaga keamanan anak-anak selalu menjadi prioritas orang tua, tapi belakangan ini ada ketakutan ketika membiarkan anak-anak kita keluar dari jangkauan kita, bahkan dalam hitungan detik sekalipun. Nama terbaik untuk gaya ini adalah gaya orangtua paranoid. Tentu saja, kita akan semakin menjadi gugup ketika kita terus-menerus diingatkan oleh banyak kejadian di berita bahwa bahaya semakin meningkat di mana-mana dan mengancam keselamatan anak, seperti: penculikan, terorisme, penembakan di sekolah, predator seks, cyberbullying, pedofil online, makanan beracun, dan Mminan yang berbahaya.
Memang banyak hal menakutkan di luar sana, dan hal tersebut membuat kita semakin mengendalikan anak-anak kita jadi lebih ketat. "Jangan lakukan itu! Kamu bisa luka!"; "Jangan bicara dengan orang asing!"; "Jangan pergi main terlalu jauh!".
Menjaga anak dari bahaya itu baik. Tapi jika kita bersikap obsesif dan terus-menerus mengingatkan anak tentang banyak hal yang berbahaya malah akan menanamkan rasa takut berlebih pada anak. Anak menjadi lebih sering cemas dan tidak percaya diri. Tak heran anak-anak jaman sekarang lebih cemas dibandingkan generasi lainnya.
Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?Belajarlah lebih santai, cepatlah menyadari ketika Anda berbuat terlalu protektif sehingga Anda dapat memberikan kesempatan pada anak Anda untuk bisa lebih banyak belajar untuk menghadapi hidup, dan jangan lupa tangani kekhawatiran Anda sendiri dulu sehingga rasa takut dan cemas itu tidak tertular pada anak Anda.
GAYA SALAH #7: GAYA SEKUNDER
Dalam kasus baru-baru ini, anak berperilaku lebih didorong oleh media, komputer, Wii, YouTube, video games, TV, Facebook, iPod, DVD, dan Ponsel. Tidak heran mereka disebut generasi plugged-in. Banyak anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu mereka terlibat dengan media dibandingkan dengan apa pun selain tidur. Penelitian menunjukkan bahwa 99 persen dari anak laki-laki dan 94 persen anak perempuan usia 12-17 telah bermain komputer, web, portabel, atau console games.
Waktu menonton televisi telah meningkat lebih dari satu jam sehari dari lima tahun yang lalu. Anak-anak sangat rentan karena mereka percaya apa yang mereka lihat. Dan jangan salah: mereka dibombardir dengan parade gencarnya gambar-seksual, penggunaan alkohol, kekerasan, vulgar, dan komersialisme - yang mendorong mereka untuk tumbuh terlalu cepat dibandingkan usianya.
Selain itu, mereka pun semakin jarang bertemu dengan orang tua. Orang tua mengambil peran "sekunder" dalam mata anak, kita mulai kehilangan kekuatan kita, dan budaya yang berlaku menjadi pengganti kita. Anak Anda menjadi lebih rentan terhadap tekanan dari luar, ia lebih cenderung mengandalkan orang lain selain Anda untuk membimbingnya, dan lebih mungkin lebih mengadopsi nilai-nilai orang lain.
Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?Sadari bahwa Anda adalah pengaruh paling kuat dalam membimbing nilai-nilai, sikap, dan perilaku anak, serta dalam melindungi dirinya terhadap perilaku berisiko, dengan menemukan cara untuk lebih terlibat dalam kehidupan anak Anda.
[Disadur dari buku “The Big Book of Parenting Solutions: 101 Answers to Your Everyday Challenges and Wildest Worries†yang ditulis oleh Michele Borba Ed.D. toktokwow.com/]
Punya anak atau saudara yang duduk di bangku SD atau SMP, coba berikan permainan tangram siapa tahu dia suka. Hasil kreativitas anak dari permainan tangram dapat diliha pada Youtube
Via : http://www.foldersoal.com
0 Response to "Gaya Mendidik Anak Yang Perlu Dihindari"
Post a Comment